Dalam menjatuhkan reputasi agama Islam kaum Orientalis dan sarjana-sarjana barat sering menggunakan pernikahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai bahan serangan mereka. Berbagai tuduhan mereka lancarkan untuk memperlihatkan buruknya kondisi rumahtangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga orang tak lagi bisa percaya pada ajaran Islam.
Adalah salah jika mereka menganggap Islam dapat dengan mudah dihancurkan. Islam adalah agama yang kuat dan selalu memiliki jawaban untuk segala pertanyaan. Salah satu alasan yang paling masuk akal mengapa orang cenderung menyerang Islam menggunakan rumahtangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai senjata adalah karena mereka tidak mengenal istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam secara pribadi, dan sebagiannya lagi karena tidak memahami kesulitan hidup yang mereka hadapi.
Ummul Mu'minin, yang memiliki pengertian Ibu kaum Mu'min, merupakan gelar khusus yang hanya disandangkan pada istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka berjumlah dua belas orang dengan spesifikasi yang istimewa pada masing-masing individunya, mereka adalah:
1. Khadijah binti Khuwailid ibn Asad al-Quraisyiyyah al-Asadiyah, istri pertama Rasulullah, dinikahi 15 tahun sebelum kerasulan ketika Nabi Muhammad jejaka 25 tahun, sedangkan Khadijah janda 40 tahun. Sebelumnya Khadijah telah menikah dua kali, pertama dengan Abu Halah ibn Zarah at-Tamimi dan kemudian dengan 'Atiq ibn Aziz at-Tamimi.
Sebelum mereka menikah, Khadijah mempercayakan pengelolaan barang dagangannya kepada pemuda Muhammad. Tertarik akan pribadi dan kejujurannya, Khadijah meminangnya untuk menjadi suaminya. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai enam orang anak: Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kaltsum, Fathimah, dan 'Abdullah. Dari keenam putra-putri mereka, hanya Fathimah yang menurunkan keturunan yang sampai sekarang tersebar di seluruh dunia.
Khadijah berperan besar pada masa-masa awal penyebaran Islam. Dia mendedikasikan hartanya bagi kepentingan Islam. Khadijah wafat 2 tahun sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah, dalam usia 65 tahun. Tahun wafatnya bersamaan dengan wafatnya Abi Thalib ibn 'Abdul Muththalib, paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Saudah binti Zam'ah, istri kedua Rasulullah, dinikahi setelah Khadijah wafat. Sebelum menikah dengan Rasulullah ia istri Sakran ibn Umar al-Amiri. Suami istri ini termasuk orang-orang pertama yang beriman. Karena dinista kaum Quraisy, mereka hijrah ke Habsyah. Setelah kembali ke Makkah, Sakran meninggal. Saudah hidup sebagai janda lanjut usia, tanpa pelindung; bapaknya sendiri masih musyrik. Atas desakan bibinya, Khaulah binti Hakim, Rasulullah menikahinya. Meskipun berstatus sebagai istri, ia tidak pernah meminta haknya selaku umumnya seorang istri. Dia berkata: "Demi Allah, sesungguhnya saya tidak ingin menikah. Tetapi saya ingin bangkit kelak di hari kiamat sebagai istri Rasulullah." Saudah wafat di akhir masa Khalifah Umar ibn Khaththab radhiyallahu 'anhu.
3. Zainab binti Huzainah ibn 'Abdullah ibn Umar ibn 'Abdi Manaf ibn Hilal ibn Amir ibn Sa'sa'ab al-Hilaliyah. Ia menikah dengan Rasulullah tahun 11 H. Sebelumnya dia pernah menikah dengan 'Abdullah ibn Jahsy, salah satu syuhada Uhud. Pernikahannya dengan Rasulullah tidak berlangsung lama karena wafat kira-kira dua bulan setelah pernikahannya. Ia terkenal dengan sebutan Umm al-Masakin (Ibu kaum miskin), karena senang memberi makan dan sedekah kepada fakir miskin.
4. 'Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq, lahir 2 tahun sebelum kerasulan. Pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghasilkan keturunan. Ia banyak mendengar al-Qur'an dan hadits langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Melalui 'Aisyah umat Islam mengetahui bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjalankan kewajibannya sebagai suami, sampai hal-hal yang sangat pribadi yang patut diketahui umat Islam untuk diteladani. 'Aisyah juga dikenal sebagai orang yang cerdas, banyak mengetahui hukum-hukum dan ilmu fara'id (hukum pembagian harta waris) yang rumit. 'Aisyah wafat pada tahun 47 atau 48 H. Darinya para ulama menerima 2.210 hadis, termasuk hadis-hadis pergaulan suami-istri yang tidak akan diterima dari perawi lain.
5. Juariyah binti al-Harits, dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam enam tahun setelah hijrah. Pertemuannya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terjadi ketika Bani Mustaliq menyerang kaum Muslimin. Juariyah ikut di dalamnya. Serangan Bani Mustaliq dapat dipatahkan, Juariyah menjadi tawanan Qais ibn Sabit. Ia akan dibebaskan dengan syarat membayar tebusan. Oleh karena tidak memiliki uang tebusan, ia menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengadukan nasibnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apakah engkau menginginkan agar aku membayar tebusanmu, kemudian aku menikahimu?" Juariyah setuju dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menikahinya. Pernikahan mereka membuat hubungan kaum Muslim dengan Bani Mustaliq menjadi erat. Juariyah wafat tahun 56 H.
6. Shafiyah binti Huyay ibn Akhtab dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa saat setelah Perang Khaibar. Shafiyah adalah putri raja dan suaminya juga bangsawan Khaibar yang memiliki benteng Qumus, beragama Yahudi, bernama Kinanah ibn Rabi'. Setelah terjadi perang Khaibar, orang-orang Khaibar menjadi tawanan, termasuk Shafiyah. Sebagai bekas permaisuri raja, keadaan itu teramat menyedihkan. Kemudian ia masuk Islam dan bersedia dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Setelah menjadi Ummul Mu'minin, ia kembali menduduki tempat kehormatannya. Pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat orang-orang Khaibar ikut tergerak untuk masuk Islam. Shafiyah wafat sekitar tahun 50 H.
7. Ummu Salamah, nama aslinya adalah Hindun binti Abu Ummayah ibn Mughirah ibn 'Abdullah ibn 'Amr ibn Mahzum, dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada tahun 2 H. Sebelum dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ia pernah menikah dengan 'Abdullah ibn Asad al-Mudirah dan memiliki anak bernama Salamah. Itu sebabnya ia dikenal dengan nama Ummu Salamah (Ibu Salamah).
Suaminya ikut perang Uhud dan sempat terluka. Dalam peperangan dengan Bani Asad dia meninggal dunia. Beberapa tahun setelah pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Ummu Salamah mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam penakhlukan Makkah, perang dengan orang Tha'if, perang melawan Bani Hawazin, dan perang melawan Bani Saqif. Ummu Salamah juga dikenal sebagai perawi hadits. Dia wafat sekitar tahun 59 atau 61 H.
8. Ramlah binti Abu Sufyan. Sebelum masuk Islam ia menikah dengan Ubaidillah ibn Yahsi al-Asadi, sepupu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ramlah dan suaminya masuk Islam, sementara orang tua mereka tetap musyrik bahkan memusuhinya. Karena tekanan dari kaum musyrik Quraisy Makkah, Ramlah beserta suaminya hijrah ke Habsyah. Di tengah perjalanan hijrah yang sulit itu, Ramlah melahirkan, sementara suaminya kembali murtad. Meskipun sendirian dan menderita diperantauan Ramlah tetap teguh mempertahankan keimanannya.
Kabar penderitaannya itu sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Melalui surat yang disampaikan Raja Najasyi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meminangnya. Ramlah menerima pinangan itu dan menunjuk Kalid ibn Sa'id ibn As ibn Umayah sebagai walinya. Ketika itu dia tetap tinggal di Habsyah karena pertimbangan keamanan.
Sesudah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, beliau memerintahkan para Sahabat untuk mencari umat Islam yang terpencar-pencar di pengungsian termasuk yang masih ada di Habsyah. Ramlah ikut bersama mereka kembali ke Madinah dan untuk pertama kalinya bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ramlah wafat tahun 44 H di masa pemerintahan adiknya, Mu'awiyah ibn Abu Sufyan radhiyallahu 'anhu.
9. Hafshah binti Umar ibn Khaththab, lahir 5 tahun sebelum kerasulan. Pertama kali dia menikah dengan Hunain ibn Hufazah, salah seorang Sahabat yang ikut hijrah ke Habsyah dan ikut Perang Uhud. Ia wafat tahun 3 H. Setelah menjanda beberapa tahun Hafshah dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kehadirannya di tengah-tengah rumahtangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sempat menimbulkan konflik. Ketika hadir Mariyah al-Qibtiyyah, Hafshah cemburu berat. Ia mengajak istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain untuk mempengaruhi suami mereka agar membenci Mariyah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sempat menjauhi Mariyah hingga turun ayat 1 Surat at-Tahrim menegur beliau.
Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, atas usul Umar ibn Khaththab radhiyallahu 'anhu, Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu mengumpulkan naskah al-Qur'an yang tadinya berserakan baik di catatan-catatan pribadinya maupun hafalan para Sahabat. Naskah al-Qur'an lengkap pertama yang dikenal dengan 'Mushaf Abu Bakar' itu disimpan di rumah Hafshah. Naskah tersebut baru dikeluarkan pada zaman Khalifah 'Utsman ibn 'Affan radhiyallahu 'anhu untuk diperbanyak.
10. Maimunah binti al-Harits adalah seorang janda yang dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa saat setelah Fath Makkah. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta kaum Muslim memasuki kota Makkah, kaum musyrik yang tidak ingin bersahabat menyingkir keluar Makkah. Akan tetapi tiba-tiba datang Maimunah dengan mengendarai unta sambil berteriak-teriak: "Unta ini beserta penunggangnya dipersembahkan untuk Allah dan Rasul-Nya." Perbuatan Maimunah tersebut mengundang cemoohan khalayak ramai, karena belum tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mau. 'Abbas memberitahukan kemauan Maimunah ini kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliaupun menerima kemauan Maimunah dan menikahinya. Hal ini beliau lakukan semata-mata untuk menghindarkan Maimunah dari cemoohan dan rasa putus asa. Maimunah wafat pada tahun 15 H.
11. Zainab binti Jahsy ibn Rubab ibn Ya'mar ibn Sabrah ibn Murrah ibn Kasir ibn Ghanam ibn Daudun ibn Asad ibn Khuzaimah. Ibunya bernama Umainah binti 'Abdul Muththalib ibn Hasyim; jadi masih saudara sepupu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sebelumnya Zainab adalah istri Zaid ibn Haritsah, anak angkat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia dinikahi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tahun 3 H. Pernikahannya ini sekaligus menghapus pandangan masyarakat Arab ketika itu yang menyamakan status anak angkat sama dengan anak kandung, termasuk pencantuman nama nasab bapak angkat, sehingga bekas istri anak angkat tidak boleh dinikahi bapak angkat.
Zainab wafat tahun 20 H. Sebelum wafat ia berkata: "Aku telah menyediakan kain kafan untukku. Umar akan mengirimkannya untukku. Oleh karena itu saya minta, salah satunya diberikan pada yang memerlukannya. Bila masih ada hak-hakku supaya disedekahkan kepada yang memerlukannya."
12. Mariyah binti Syam'un al-Qibtiyyah, ibunya berdarah Romawi. Ia lahir dan dibesarkan di Ansuna suatu desa sebelah timur Sungai Nil. Pada masa remajanya ia tinggal di istana Raja Muqauqis Mesir sebagai pelayan istana. Ketika Habib ibn Abu Balta'ah diutus menyampaikan surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Raja Muqauqis, sebetulnya raja mengakui kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi takut akan kehilangan kewibawaannya di hadapan rakyatnya, yang berarti pula akan kehilangan mahkotanya. Oleh karena itu ia membalas surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penuh penghormatan sambil mengirimkan Mariyah dan saudaranya, Sirin, serta 1.000 misqal mas, 20 stel pakaian tenunan Mesir, madu lebah, kayu cendana, minyak kesturi, keledai lengkap dengan pelananya dan seekor himar putih. Mereka tiba di Madinah pada tahun 7 H.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menikahi Mariyah, sementara adiknya, Sirin, dinikahkan dengan penyair Hassan ibn Tsabit. Kehadiran Mariyah di antara istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat mereka cemburu, terutama Hafshah dan 'Aisyah, lebih-lebih setelah Mariyah hamil dan melahirkan Ibrahim (wafat pada usia satu setengah tahun). Mariyah wafat pada tahun 16 H pada masa Khalifah Umar ibn Khaththab radhiyallahu 'anhu.
"Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakan oleh-Mu akan Muhammad, Nabi yang tidak pandai menulis dan membaca. Dan muliakan pulalah kiranya akan isteri-isterinya, ibu segala orang yang Mu'min, akan keturunannya dan segala ahli baitnya, sebagaimana engkau telah memuliakan Ibrahim dan keluarga Ibrahim diserata alam. Bahwasanya Engkau, wahai Tuhanku, sangat terpuji dan sangat mulia."
* Sumber: Ensiklopedia Islam Indonesia, Penerbit Djambatan