Nama Lengkap dan Nasab
'Ali adalah putra dari paman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abi Thalib ibn 'Abdul Muththalib ibn Hasyim ibn 'Abdu Manaf ibn Qushay. Ibunya bernama Fathimah binti Asad ibn Hasyim ibn 'Abdu Manaf, salah satu wanita yang terdahulu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Jadi 'Ali adalah keturunan Hasyim dari ibu-bapaknya. Beliau lahir pada tahun 602 M. Nama asli 'Ali adalah Haydar yang berarti Singa, nama yang diberikan Abi Thalib karena berharap kelak 'Ali akan menjadi petarung sejati di kalangan suku Quraisy.
Dikemudian hari 'Ali ibn Abi Thalib memang tumbuh menjadi petarung sejati, tokoh yang disegani suku Quraisy dan panglima perang yang tak kenal rasa takut. Beliau dedikasikan seluruh jiwa, raga dan hidupnya untuk membela, mengembangkan ajaran Islam yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sedangkan nama 'Ali adalah pemberian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang berarti tinggi derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sedangkan kunyah beliau adalah Abul Hasan dan Abu Turab. Abu Turab yang berarti Bapaknya Tanah adalah panggilan yang paling disenangi 'Ali karena nama kehormatan ini kenang-kenangan berharga dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
'Ali kemudian dijadikan anak angkat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena pernikahan beliau dengan Khadijah tidak dikaruniai anak laki-laki sekaligus sebagai wujud terimakasih Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada pamannya, Abi Thalib yang juga pernah mengasuhnya waktu kecil.
Ciri-ciri Fisik 'Ali ibn Abi Thalib
'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu memiliki kulit berwarna sawo matang, bola mata beliau besar dan berwarna kemerah-merahan, berperut besar dan berkepala botak. Berperawakan pendek dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundak beliau padat dan putih, beliau memiliki bulu dada dan bahu yang lebat, berwajah tampan dan memiliki gigi yang bagus, ringan langkah saat berjalan. (Silakan lihat penjelasan tentang sifat jasmani beliau dalam kitab ath-Thabaqatul Kubra karangan Ibn Sa'ad [3/25] dan [27], dan Tarikh ath-Thabari [5/153]).
Putra-putri 'Ali ibn Abi Thalib
Setelah wafatnya Fathimah binti Rasulullah, 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu menikah dengan beberapa orang wanita lainnya lagi. Menurut catatan sejarah hingga wafatnya 'Ali radhiyallahu 'anhu menikah sampai 9 kali. Tentu saja menurut ketentuan-ketentuan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dalam satu periode tidak pernah lebih 4 orang istri.
Wanita pertama yang dinikahi 'Ali radhiyallahu 'anhu sepeninggal Fathimah radhiyallahu 'anha ialah Umamah binti Abi al-Ashiy. Ia anak perempuan iparnya sendiri, Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kakak perempuan Fathimah. Pernikahan dengan Umamah radhiyallahu 'anha ini mempunyai sejarah tersendiri yaitu untuk melaksanakan pesan Fathimah radhiyallahu 'anha kepada suaminya sebelum ia wafat. Nampaknya pesan itu didasarkan kasih sayang yang besar dari Umamah kepada putra-putrinya.
Setelah menikah dengan Umamah, 'Ali ibn Abi Thalib menikah lagi dengan Khaulah binti Ja'far ibn Qais. Berturut-turut kemudian Laila binti Mas'ud ibn Khalid, Ummul Banin binti Hazzan ibn Khalid dan Ummu Walad. Istri 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu yang ke-6 patut disebut secara khusus karena ia tidak lain adalah Asma' binti Umais sahabat terdekat Fathimah radhiyallahu 'anha. Asma' inilah yang mendampingi Fathimah dengan setia dan melayaninya dengan penuh kasih sayang hingga detik-detik terakhir hayatnya.
Istri-istri 'Ali ibn Abi Thalib yang ke-7, ke-8 dan ke-9 ialah ash-Shuhba, Ummu Sa'id binti 'Urwah ibn Mas'ud dan Muhayah binti Imruil Qais. Saat 'Ali ibn Abi Thalib mendapatkan mati syahid, beliau meninggalkan empat orang istri yang merdeka, yaitu: Umamah, Laila, Ummul Banin, dan Asma'. Serta 18 orang hamba sahaya wanita.
Dari 9 istri di luar Fathimah, 'Ali ibn Abi Thalib mempunyai banyak anak. Jumlahnya yang pasti masih menjadi perselisihan pendapat di kalangan para penulis sejarah. al-Mas'udiy dalam bukunya "Murujudz Dzahab" menyebut putra-putri 'Ali radhiyallahu 'anhu semuanya berjumlah 25 orang. Sedangkan dalam buku "Almufid Fil Irsyad" dikatakan 27 orang anak.
Ibn Sa'ad dalam bukunya yang terkenal "Thabaqat" menyebutnya 31 orang anak dengan perincian 14 orang anak lelaki dan 17 orang anak perempuan. Ini termasuk putra-putri 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dari istrinya yang pertama.
Keturunannya yang mulia kemudian mengalir dari al-Hasan, al-Husain, Muhammad ibn al-Hanafiyyah, Umar, dan Abbas.
KeIslaman 'Ali ibn Abi Thalib
Konsistensi dan totalitas 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dalam mendukung dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terlihat dari sikapnya sebagai orang yang pertama kali mempercayai wahyu-wahyu Allah Subhanahu wa Ta'ala yang diturunkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu usia 'Ali baru sekitar 10 tahun.
Sikap seperti ini sungguh sulit pada masa itu mengingat sudut pandang, pemikiran, dan pengetahuan suku Quraisy yang masih dalam masa kegelapan (Jahiliyah). Sikap yang diambil 'Ali juga bukan tanpa resiko. Cercaan, hinaan bahkan ancaman nyawa selalu mengintai.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjadi orangtua dan guru bagi 'Ali. 'Ali memiliki ikatan emosi dan menjadi orang terdekat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hingga akhirnya pada usia dewasa dijadikan menantu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mempersunting Fathimah. Ini terjadi setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Rasulullah menimbang 'Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti nasab keluarga (Bani Hasyim), sekaligus orang yang pertama kali mempercayai kenabian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam setelah Khadijah. Selain itu Rasulullah jelas memahami seluk beluk kepribadian, watak dan karakter 'Ali. Gemblengan secara langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, menjadikan 'Ali seorang pemimpin yang komplit, cerdas, berani, bijaksana dan berpengetahuan luas.
Keberanian 'Ali ibn Abi Thalib terlihat dari kesediannya tidur di kamar Rasulullah untuk mengecoh orang-orang kafir Quraisy yang berencana membunuh Rasulullah dan menggagalkan hijrah beliau. Kaum kafir Quraisy pun terkecoh ketika menjelang Subuh ternyata sosok yang tidur di kamar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah 'Ali. Sementara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah berangkat menuju Madinah bersama Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Dalam Perang Badar (perang pertama dalam sejarah Islam) 'Ali dan Hamzah ibn 'Abdul Muththalib (paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) menjadi pahlawan. Pedang 'Ali meluluhlantakkan barisan kaum musyrik sehingga perang ini akhirnya dimenangkan kaum Muslimin. Perang Khandaq juga saksi nyata keberanian 'Ali ibn Abi Thalib ketika memerangi Amr ibn 'Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama Dzulfikar, Amr ibn 'Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang. Kaum Yahudi bertahan di benteng Khaibar yang sangat kokoh, sehingga perang ini dikenal dengan nama Perang Khaibar yang terjadi pada bulan Shafar tahun 7 H. 'Ali ibn Abi Thalib adalah orang yang mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Semua peperangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi kaum kafir selalu diikuti 'Ali ibn Abi Thalib. Dan ia menjadi bagian penting dari setiap peperangan tersebut.
Kekhalifahan 'Ali ibn Abi Thalib
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman ibn Affan radhiyallahu 'anhu mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain mengangkat 'Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Waktu itu 'Ali berusaha menolak, tetapi az-Zubair ibn al-Awwam dan Thalhah ibn Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya 'Ali menerima bai'at mereka. Pembai'atan beliau dilakukan di Masjid Nabawi pada hari Jum'at tanggal 25 Dzulhijah 35 H/4 Juni 656 M. Hal ini menjadikan 'Ali satu-satunya khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun, masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah khalifah sebelumnya, 'Utsman ibn Affan radhiyallahu 'anhu. Untuk pertama kalinya perang saudara antara ummat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, yaitu terjadinya Perang Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Khalifah 'Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan az-Zubair ibn al-Awwam, Thalhah ibn Ubaidillah, dan Ummul Mu'minin 'Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut akhirnya dimenangkan oleh pihak 'Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah 'Utsman ibn Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman 'Utsman ibn Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum Muslim sehingga menyebabkan perang tersebut.
Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Perang Shiffin, yaitu peperangan antara Khalifah 'Ali dengan Mu'awiyah ibn Abu Sufyan yang semakin melemahkan kekhalifahannya juga berawal dari masalah tersebut.
'Ali ibn Abi Thalib seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya.
Kekhalifahan 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berlangsung selama 4 tahun 9 bulan, sejak 19 Dzulhijah tahun 35 Hijriyah hingga 19 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Kemudian al-Hasan ibn 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dibai'at menjadi khalifah setelah wafatnya ayahnya.
Pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 41 Hijriyah al-Hasan menyerahkan urusan kekhalifahan kepada Mu'awiyah ibn Abu Sufyan radhiyallahu 'anhu (dan kemudian Mu'awiyah menjadi raja pertama dalam sejarah perjalanan pemerintahan Islam).
Keutamaan 'Ali ibn Abi Thalib
Kedudukan 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seperti kedudukan Nabi Harun di sisi Nabi Musa.
Dari Sa'id ibn Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam telah menyuruh 'Ali ibn Abi Thalib agar tidak ikut serta dalam Perang Tabuk untuk mewakili beliau mengurus keluarganya. Maka 'Ali berkata, "Wahai Rasulullah, apakah Anda akan membiarkanku bersama-sama dengan para wanita dan anak-anak?" Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda, "Apakah kamu tidak ridha kalau posisimu di sisiku sama dengan posisi Harun di sisi Musa? Hanya saja memang tidak ada seorang nabi lagi sesudahku." (HR. Bukhari - Muslim dalam kitab Shahihain. Hadits ini diriwayatkan Bukhari [3706] dan Muslim [Fadha'il ash-Shahabah/32] pada bab Min Fadha'ilu 'Ali ibn Abi Thalib. Diriwayatkan juga Imam Ahmad [I/99]).
Beliau juga sangat dikenal dengan kepandaian dan ketepatan dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat rumit sekalipun, dan beliau juga seorang yang memiliki `abqariyah qadha'iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum) dan dikenal sangat dalam ilmunya. (Lihat 'Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid I, hal. 283).
'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu termasuk dalam golongan al-'Asyarah al-Mubasysyiriina bil Jannah atau 10 orang yang telah mendapat "busyra bil-jannah" (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.
Wafatnya 'Ali ibn Abi Thalib
'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh 'Abdurrahman ibn Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat Subuh di Masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan 'Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H/661 M. Kemudian 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dimakamkan secara rahasia di Najaf. Semasa hidupnya, 'Ali ibn Abi Thalib telah meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebanyak 586 hadits (yang diangap shahih, 50).
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala meridhai 'Ali ibn Abi Thalib dan menempatkan beliau pada kedudukan yang tinggi di sisi Rabb-Nya. Amiin.