Definisi Khulafa'ur Rasyidin
Khulafa'ur Rasyidin memiliki pengertian orang-orang yang terpilih dan mendapat petunjuk menjadi pengganti Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam setelah beliau wafat tetapi bukan sebagai Nabi ataupun Rasul. Khulafa'ur Rasyidin berasal dari kata Khalifah yang artinya pengganti dan ar-Rasyidin yang artinya orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Pedoman yang dijadikan pegangan untuk memimpin Islam adalah al-Qur'an dan al-Hadits.
Imam Nawawi rahimahullah menerangkan bahwa yang dimaksud Khulafa'ur Rasyidin adalah para khalifah yang empat yaitu: Abu Bakar, Umar, 'Utsman dan 'Ali radhiyallahu 'anhum. (ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 201).
Imam Ibn Daqiqil 'Ied juga menjelaskan bahwa mereka adalah keempat Khalifah tersebut berdasarkan ijma'. (ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 202).
Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Dan termasuk di dalamnya (Khulafa'ur Rasyidin) adalah para Khalifah/pengganti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal ilmu, ibadah dan dakwah pada ummatnya, dan sebagai pemuka mereka ialah empat orang Khalifah yaitu Abu Bakar, Umar, 'Utsman dan 'Ali radhiyallahu 'anhum." (ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 203).
Kedudukan Khulafa'ur Rasyidin
Khilafah merupakan sebuah kedudukan yang sangat agung dan sebuah tanggungjawab yang begitu besar. Karena dengan jabatan tersebut seorang Khalifah berkewajiban untuk mengurusi dan mengatur berbagai urusan kaum Muslimin. Khalifah-lah orang pertama yang paling bertanggungjawab dalam hal ini.
Adanya khilafah ini merupakan kewajiban yang sifatnya fardhu kifayah. Sebab urusan ummat manusia tidak akan terurusi dengan baik kecuali dengannya.
Khilafah itu bisa didapatkan melalui salah satu dari tiga proses berikut ini :
1. Keputusan tegas dari Khalifah sebelumnya untuk menunjuk/mengangkat calon penggantinya. Sebagaimana yang terjadi pada saat pergantian kepemimpinan sesudah wafatnya Abu Bakar ash-Shiddiq dengan ditunjuknya Umar ibn al-Khaththab berdasarkan keputusan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu sendiri.
2. Berdasarkan kesepakatan ahlul-halli wal-'aqdi (badan permusyawaratan 'Ulama ummat). Baik pemilihan anggota ahlul-halli wal-'aqdi itu bersumber dari penentuan yang sudah ditetapkan oleh Khalifah terdahulu sebagaimana terpilihnya 'Utsman ibn 'Affan radhiyallahu 'anhu sebagai Khalifah yang dipilih berdasarkan kesepakatan ahlul-halli wal-'aqdi yang ditunjuk oleh Umar untuk bermusyawarah, ataupun pemilihan anggota ahlul-halli wal-'aqdi itu bukan berdasarkan dari penentuan oleh Khalifah sebelumnya, sebagaimana yang terjadi pada pengangkatan Khalifah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menurut salah satu versi pendapat 'Ulama, dan juga sebagaimana pengangkatan Khalifah 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.
3. Terjadinya penggulingan kekuasaan sehingga muncul Khalifah baru yang berhasil menguasai pemerintahan, sebagaimana proses terangkatnya Khalifah Abdul Malik ibn Marwan ketika Ibn Zubair terbunuh sehingga berakhirlah kekhilafahan di tangannya. (Disadur dari Syarh Lum'atul I'tiqad Syaikh Ibn 'Utsaimin, hal. 156-157).
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu
Ibn Qudamah al-Maqdisi rahimahullah berkata, "Ummat beliau yang paling utama adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, kemudian Umar al-Faruq, kemudian 'Utsman Dzunurain, kemudian 'Ali al-Murtadha, semoga Allah meridhai mereka semuanya." (Lihat Syarah Lum'atul I'tiqad Syaikh Ibn 'Utsaimin, hal. 138).
Nama aslinya adalah 'Abdullah ibn 'Utsman ibn 'Aamir dari suku Taim ibn Murrah ibn Ka'ab. Beliau adalah orang pertama yang beriman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan lelaki dewasa. Beliau adalah Sahabat yang menemani hijrah Rasulullah. Beliau jugalah orang yang menggantikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menjadi imam shalat serta amir jama'ah haji.
Ada lima orang Sahabat yang termasuk orang-orang yang dijanjikan surga yang masuk Islam melalui perantara dakwahnya, mereka itu adalah: 'Utsman ibn 'Affan, az-Zubair ibn al-Awwam, Thalhah ibn Ubaidillah, 'Abdurrahman ibn 'Auf dan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Beliau wafat pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah dalam usia 63 tahun. (Lihat Syarh Lum'atul I'tiqad Syaikh 'Utsaimin, hal. 141).
Para 'Ulama berbeda pendapat tentang proses terpilihnya beliau sebagai Khalifah. Apakah beliau terpilih berdasarkan nash (dalil tegas) dari Nabi ataukah berdasarkan bai'at (janji setia) seluruh para Sahabat kepada beliau.
Sebagian 'Ulama sejarah yang pakar di bidang hadits berpendapat bahwa pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah itu berdasarkan nash yang khafi/samar. Sedangkan 'Ulama yang lain dari kalangan mutakallimin berpendapat bahwa beliau terpilih dengan proses pemilihan.
Para 'Ulama golongan pertama berdalil dengan hadits yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dari Jubair ibn Muth'im tentang kisah seorang perempuan yang datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau menyuruhnya untuk pulang. Maka perempuan itu pun mengatakan kepada beliau, "Bagaimana kalau saya tidak dapat berjumpa dengan anda lagi?" Seolah-olah yang dimaksudkannya adalah wafatnya beliau. Maka beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pun menjawab, "Apabila engkau tidak menemuiku maka temuilah Abu Bakar."
Begitu pula dalil lainnya yang terdapat di dalam Shahihain dari hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha yang mengkisahkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Panggilkan Abdurrahman ibn Abu Bakar untukku, aku akan suruh dia untuk menulis sebuah ketetapan, niscaya tidak akan ada perselisihan terhadap ketetapanku." Kemudian beliau mengatakan, "Allah-lah tempat berlindung, jangan sampai umat Islam menyelisihi Abu Bakar."
Selain itu terdapat juga dalil lainnya seperti pengutamaan beliau sebagai imam apabila Rasulullah tidak bisa menjadi imam, dsb. (Lihat al-Is'aad, hal. 71).
Kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq berlangsung selama 2 tahun 3 bulan dan 9 hari. Semenjak 13 Rabi'ul Awwal 11 Hijriyah hingga 22 Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah.
Syaikh Muhammad ibn Shalih al-'Utsaimin rahimahullah berkata, "Sahabat yang paling berhak menjadi Khilafah sesudah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu karena beliau adalah Sahabat paling utama dan paling terdepan dalam hal jasanya kepada Islam. Dan juga karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengutamakan beliau sebagai imam shalat (apabila beliau berhalangan). Dan juga karena para Sahabat radhiyallahu 'anhum telah sepakat untuk mendahulukannya dan memba'iatnya, sedangkan Allah tidak akan pernah mengumpulkan mereka dalam kesesatan. Kemudian orang yang paling berhak sesudah beliau adalah Umar radhiyallahu 'anhu, karena dia adalah orang paling utama sesudah Abu Bakar, dan juga karena Abu Bakar telah berjanji untuk melimpahkan kekhilafahan kepadanya. Kemudian diikuti oleh 'Utsman radhiyallahu 'anhu dengan dasar keutamaannya dan keputusan ahlu syura untuk mendahulukan beliau, yaitu orang-orang yang disebutkan dalam sebuah bait sya'ir : 'Ali, 'Utsman, Sa'ad dan Thalhah, Zubair dan Dzu 'Auf, mereka itulah para tokoh yang bermusyawarah. Kemudian diikuti oleh 'Ali radhiyallahu 'anhu karena keutamaan yang beliau miliki dan kesepakatan para Sahabat yang ada di masanya. Keempat orang itulah Khulafa'ur Rasyidun yang telah mendapatkan anugerah hidayah yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda tentang mereka, 'Wajib bagi kalian untuk mengikuti Sunnahku dan Sunnah Khulafa'ur Rasyidin yang mendapatkan hidayah sesudahku, gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian'." (Syarh Lum'atul I'tiqad, hal. 142-143).
Khalifah Umar ibn al-Khaththab radhiyallahu 'anhu
Nama beliau adalah Abu Hafsh. Kunyah Abu Hafsh ini didapatkan beliau dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena Nabi melihat sifat tegas yang dimilikinya. Abu Hafsh adalah julukan bagi singa. Beliau adalah orang pertama yang dijuluki sebagai Amirul Mu'minin secara luas oleh ummat. Beliau juga dijuluki dengan al-Faruq, karena sikap beliau yang sangat tegas dalam memisahkan kebenaran dari kebathilan.
Dialah Sahabat pertama yang berani berterus terang memeluk Islam. Dengan keIslamannya inilah dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam semakin bertambah kuat. Masuk Islamnya Umar merupakan bukti dikabulkannya do'a beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara dua Umar yang lebih Kau cintai; Umar ibn Khaththab atau Amr ibn Hisyam/Abu Jahal." (Lihat Fawa'id Dzahabiyah, hal. 10).
Beliau berasal dari suku 'Adi ibn Ka'ab ibn Lu'ai. Beliau masuk Islam pada tahun keenam setelah Nabi diutus (bukan 6 Hijriyah, sebagaimana tercantum dalam kitab al-Is'aad fi Syarhi Lum'atil I'tiqad, hal. 71, mungkin penulis lupa atau bisa jadi salah cetak, wallahu a'lam).
Beliau masuk Islam setelah sekitar 40 orang Sahabat lelaki dan 11 wanita telah masuk Islam sebelumnya mendahului beliau. Abu Bakar menyerahkan urusan kekhalifahan untuk mengatur ummat Islam kepada beliau. Beliau pun menunaikan tugas Khalifah dengan baik hingga akhirnya mati syahid terbunuh pada bulan Dzulhijjah tahun 23 Hijriyah dengan usia 63 tahun. (Lihat Syarh Lum'atul I'tiqad Syaikh 'Utsaimin, hal. 141).
Kekhalifahan beliau berlangsung selama 10 tahun, 6 bulan lebih 3 hari. Semenjak tanggal 23 Jumadil Akhir 13 Hijriyah hingga 26 Dzulhijjah tahun 23 Hijriyah. (al-Is'aad fi Syarhi Lum'atil I'tiqad, hal. 71, Syarh Lum'ah, hal. 143).
Khalifah 'Utsman ibn 'Affan radhiyallahu 'anhu
Kunyah beliau adalah Abu 'Abdillah. Sang pemilik dua cahaya. 'Utsman ibn 'Affan. Beliau berasal dari suku Umayyah ibn 'Abdu Syams ibn 'Abdu Manaf. Beliau masuk Islam sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke Darul Arqam. Beliau adalah seorang yang kaya. Beliau menjabat sebagai Khalifah sesudah Umar ibn al-Khaththab radhiyallahu 'anhuma berdasarkan kesepakatan ahlu syura.
Beliau terus menjabat Khalifah hingga terbunuh sebagai syahid pada bulan Dzulhijah tahun 35 Hijriyah dalam usia 90 tahun menurut salah satu pendapat 'Ulama. (Lihat Syarh Lum'ah, hal. 141).
Salah satu prinsip yang diyakini oleh Ahlussunnah wal-Jama'ah adalah barangsiapa yang mendahulukan 'Ali ibn Abi Thalib di atas 'Utsman dalam hal keutamaan maka dia adalah orang yang melontarkan ucapan yang jelek dan apabila ada orang yang menilainya (orang yang berkata jelek itu) sebagai ahli bid'ah maka tidak boleh diingkari, inilah madzhab Imam Ahmad ibn Hambal sebagaimana diterangkan dalam as-Sunnah karya al-Khalaal. Dan apabila ada yang mendahulukan 'Ali di atas 'Utsman dalam hal hak menjabat khilafah maka dia telah sesat, bahkan lebih sesat daripada keledai tunggangannya, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah.
Kekhalifahan beliau berlangsung selama 12 tahun kurang 12 hari, beliau wafat dalam keadaan mati syahid pada tanggal 18 Dzulhijah tahun 35 Hijriyah. (Lihat al-Is'aad, hal. 71-72).
Khalifah 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu
Kunyah beliau adalah Abul Hasan. Putra paman Rasulullah, Abi Thalib. Beliau juga dijuluki dengan Abu Turab oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan remaja. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan kepadanya bendera jihad pada saat perang Khaibar yang dengan perantara perjuangannyalah Allah memenangkan umat Islam dalam pertempuran.
Beliau dibai'at sebagai Khalifah setelah Khalifah 'Utsman terbunuh. Beliau menjadi Khalifah secara syar'i hingga wafat dalam keadaan mati syahid pada bulan Ramadhan tahun 40 Hijriyah dalam usia 63 tahun.
Kekhalifahan 'Ali berlangsung selama 4 tahun 9 bulan, sejak 19 Dzulhijah tahun 35 Hijriyah hingga 19 Ramadhan tahun 40 Hijriyah.
Dengan demikian kekhalifahan empat orang Khalifah ini berlangsung selama 29 tahun 6 bulan dan 4 hari. Kemudian al-Hasan ibn 'Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dibai'at menjadi khalifah setelah wafatnya ayahnya.
Kemudian pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 41 Hijriyah beliau menyerahkan urusan kekhalifahan kepada Mu'awiyah ibn Abu Sufyan radhiyallahu 'anhuma (dan kemudian Mu'awiyah menjadi raja pertama dalam sejarah perjalanan pemerintahan Islam) sehingga genaplah usia khilafah menjadi 30 tahun, membuktikan kebenaran sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Kekhalifahan sesudahku berlangsung selama 30 tahun." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dan dinilai hasan sanadnya oleh Syaikh al-Albani).
Peristiwa itu juga membuktikan kebenaran sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya cucuku ini adalah pemimpin yang akan mendamaikan dua kelompok besar umat Islam yang bertikai." (HR. Bukhari). Oleh sebab itulah tahun 41 Hijriyah disebut sebagai 'Aamul Jama'ah (tahun persatuan). (lihat Syarh Lum'ah, hal. 141 dan 143, al-Is'aad, hal. 72).
Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai.
Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para Sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar ash-Shiddiq sampai kepada 'Ali ibn Abi Thalib dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' ar-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang Khalifah pada masa Khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa sesudahnya sering bertindak otoriter.
* Sumber artikel:
1. Wikipedia; Khulafaur Rasyidin
2. AbuMuslih.com; Khulafa'ur Rasyidin